Posted by Purnawan Kristanto on/at 19.18
1. Mengapa Kita Peduli dengan Gender
- Hubungan yang sederajat (setara) antara laki-laki dan perempuan penting bagi pembangunan manusia dan ekonomi.
- Kegagalan untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi kaum perempuan, yang merupakan mayoritas penduduk miskin di seluruh dunia dengan jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan laki-laki, menyebabkan pembangunan berkelanjutan tidak mungkin dilaksanakan.
- Oxfam yakin bahwa kesetaraan paling efektif jika didekati dengan mengubah hubungan-hubungan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, daripada mengubah keadaan perempuan itu sendiri.
- Bantuan yang diberikan untuk situasi darurat selalu dilaksanakan dengan memperhatikan tujuan jangka panjang kesetaraan gender.
2. Catatan dan Asumsi-Asumsi yang Perlu Diperhatikan
- Kondisi yang berlangsung selama berabad-abad tidak akan bisa diubah dengan membaca buku atau mengikuti lokakarya atau seminar. Upaya ini memerlukan proses panjang.
- Sebagaimana kaum perempuan, banyak ahli yang merasa frustasi dan bingung mengapa upaya-upaya dan aksi-aksi yang sudah dilakukan selama puluhan tahun belum juga menghasilkan kesetaraan bagi perempuan.
- Sistem yang ada juga menimbulkan berbagai masalah bagi laki-laki, tetapi karena masalah-masalah tersebut tidak begitu nampak dan disadari dibandingkan dengan masalah perempuan, maka masalah tersebut diabaikan begitu saja oleh laki-laki dan perempuan.
3. Menggunakan Pendekatan Gender Berarti:
Membedakan kelompok-kelompok sasaran. Pendekatan yang membedakan gender penting dalam SEMUA bantuan yang mempunyai tujuan-tujuan yang terkait dengan kelompok sasaran. Kapan saja bantuan ini dihubungkan dengan, atau diarahkan pada, kelompok sasaran tertentu, maka ia akan mempunyai dampak yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Dampak-dampak ini harus ditangani secara terpisah.
Penggunaan istilah-istilah umum seperti “keluarga urban” atau “pengungsi” bisa mengaburkan kebutuhan dari perempuan serta kelompok yang terpinggirkan lainnya. “Orang” dan “penduduk” mesti selalu dibaca “laki-laki dan perempuan”, guna mengingatkan diperlukannya keterangan atau informasi yang jelas. Juga mesti dilakukan upaya untuk mengungkapkan perbedaan-perbedaan dalam kelompok ini (kelas sosial, umur, suku, dan sebagainya), karena gender adalah variabel yang mempunyai arti penting yang tidak sama bagi kelompok-kelompok yang berbeda.
Menggunakan pendekatan partisipatif dalam semua tahap bantuan. Mulai dari bantuan pertama sampai pemrograman jangka panjang, partisipasi penerima bantuan dalam identifikasi kebutuhan dan rencana proyek adalah penting. Pendekatan partisipatif seringkali lebih berhasil dalam melihat dan mengatasi perbedaan-perbedaan diantara penduduk, sehingga menghasilkan keuntungan dan manfaat yang berkelanjutan bagi berbagai kelompok. Keterlibatan dan bantuan yang tidak memadai bagi perempuan dan kelompok–kelompok lain yang tidak beruntung cenderung memperburuk kondisi ekonomi dan status sosial mereka.
Menghubungkan bantuan dan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Bantuan dalam situasi darurat dan program-program untuk mengurangi kemiskinan juga mesti mempengaruhi lapisan masyarakat yang menentukan struktur-struktur sosial dan ikut andil dalam melestarikan ketidaksetaraan. Semua bantuan yang diberikan harus mempertimbangkan dampak atau akibat jangka panjang pada semua akses sumberdaya serta manfaat yang bisa diperoleh oleh kelompok masyarakat yang paling miskin.
Bekerja dengan laki-laki untuk memajukan tujuan-tujuan perempuan. Usahakan untuk terus menyadarkan laki-laki sehingga mereka menjadi peka serta melibatkan mereka (baik rekan kerja maupun masyarakat penerima bantuan) dalam mendukung keterlibatan yang meningkat dan pembuatan keputusan bagi perempuan, untuk memahami manfaat dari perndekatan kesetaraan gender dan pembangunan manusia yang seimbang.
4. Situasi, Mengumpulkan Informasi Di Lapangan
Upayakan untuk selalu mengumpulkan informasi dari dua pihak : laki-laki dan perempuan; pendapat dan prioritas mereka akan berbeda.
Upayakan untuk selalu mewawancarai perempuan secara terpisah dari laki-laki; tanggapan-tanggapan dan jawaban-jawaban akan lebih akurat dan bermakna jika wawancara dilakukan dalam kelompok yang terdiri orang-orang yang mempunyai jenis kelamin sama.
Kapan saja memungkinkan, perempuan mesti diwawancarai oleh perempuan juga; sekali lagi, langkah ini berpengaruh besar dalam kualitas bantuan yang diberikan.
Pastikan bahwa Anda memperoleh opini dari wakil-wakil perempuan yang dikenal dan diakui, yang pendapatnya mungkin tidak sama dengan pendapat pemimpin-pemimpin pemerintahan setempat (sebagian besar laki-laki).
1. Meskipun tidak tersedia cukup waktu untuk melakukan penelitian yang menyeluruh, usahakan untuk tidak membuat asumsi bahwa kebutuhan setiap orang adalah sama.
2. Usahakan untuk mengenali bahwa perempuan mungkin lebih ‘tidak tampak’ dan di saat-saat krisis mereka mungkin lebih membatasi diri berada di rumah daripada biasanya. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk memperoleh pandangan dan opini mereka secara terpisah dari laki-laki.
3. Usahakan untuk mencari informasi dari berbagai kelompok masyarakat: perempuan dan laki-laki, orang awam dan pemimpin masyarakat, individu dan kelompok organisasi.
4. Gunakan metode penelitian yang sederhana dan fleksibel yang tidak memerlukan keahlian atau peralatan khusus; tentukan jumlah indikator kunci yang sederhana tetapi dapat diolah, tanpa melupakan bahwa indikator-indikator gender-khusus juga perlu dimasukkan.
5. Usahakan untuk memperoleh keterangan bagaimana laki-laki dan perempuan bertahan hidup melalui upaya mereka sendiri dan cobalah untuk membantunya, daripada memaksakan pandangan pihak luar mengenai apa yang sedang terjadi.
6. Usahakan untuk memperoleh keterangan mengenai sebagian kecil keluarga yang sangat rentan yang akan dipantau melalui wawancara yang mendalam dan teratur.
7. Meskipun jarang dilakukan, usahakan untuk menemukan prioritas-prioritas yang ditetapkan oleh masyarakat sendiri. Pahami juga bahwa kebutuhan psikologis, sosial dan budaya serta informasi dalam menjamin kelangsungan hidup mungkin sama pentingnya dengan pemenuhan kebutuhan fisik berupa pangan dan tempat tinggal.
Analisis situasi yang menyeluruh menjadi dasar bagi semua analisis dan tahap-tahap perencanaan berikutnya. Jika pada tahap ini tidak dibuat pembedaan antara kelompok-kelompok sasaran yang akan dibantu, maka langkah-langkah berikutnya akan lebih sulit dan mahal untuk dilaksanakan menurut pedoman-pedoman khusus gender.
Pertimbangan dan pertanyaan yang dijabarkan dalam daftar penilaian singkat sebisa mungkin mesti spesifik-gender; usahakan untuk selalu mengenali siapa yang Anda bicarakan. Jika perlu, bagilah laki-laki dan perempuan ke dalam sub-sub kelompok dengan tetap memperhatikan variabel-variabel lain dan usahakan untuk menjelaskan dampak-dampak situasinya secara lebih akurat.
Rincian praktik-praktik sosial, budaya, dan kebiasaan sehari-hari seperti yang diperlukan dalam alat-alat penilaian dan checklist kesehatan masyarakat paling tepat diperoleh dengan menggunakan metode penilaian partisipatif.
5. Metode Partisipatif
Tujuan utama dari alat-alat penjajagan dan perencanaan partisipatif (PRA, POP, dan sebagainya) adalah untuk menguatkan kemampuan dari kelompok yang secara sosial dirugikan dalam membuat keputusan.
Bahkan penjajagan yang paling penting dan mendesak pun tetap perlu dibicarakan dengan penduduk yang akan dibantu. Sedikit waktu tambahan dan ketelitian metodologis yang dilaksanakan untuk memastikan bahwa perempuan, laki-laki, dan sub-sub kelompok yang layak dibantu mempunyai kesempatan untuk ikut serta akan banyak mempengaruhi ketepatan dan manfaat-manfaat dari bantuan yang diberikan. .
Metode-metode partisipatif lisan memberi kesempatan bagi penduduk yang tidak bisa baca tulis (sebagian besar adalah kaum perempuan) untuk terlibat dalam menentukan prioritas dan merencanakan tindakan.
Waktu dan mobilitas geografis yang terbatas yang dimiliki perempuan harus selalu diperhatikan dan dipertimbangkan ketika meminta partisipasi perempuan. Beban kerja, tanggung jawab mengurus rumah tangga dan anak menjadikan mereka pada umumnya tidak mempunyai banyak waktu untuk menghadiri dan mengikuti pertemuan; jadi mesti ditemukan cara-cara yang memungkinkan keikuksertaan mereka.
Metode partisipatif menuntut:
§ perilaku individu yang positif dalam kedudukannya sebagai penasehat luar
§ ketramplian/keahlian komunikasi yang sangat bagus
§ kesediaan untuk melibatkan masyarakat yang dibantu secara serius, memperlakukan mereka sebagai rekanan yang kompeten, bertanggung jawab,
§ kesediaan untuk belajar dari mereka
§ melibatkan perempuan sebagai fasilitator, karena mereka akan lebih mudah membangun hubungan dengan penduduk perempuan
§ sebagai prasyarat, pemahaman yang menyeluruh akan kondisi sosial dan ekonomi yang terjadi saat itu*
* Kondisi sosial yang ada harus dipertimbangkan berdasarkan pedoman khusus gender, dengan mengenali perbedaan-perbedaan dalam,
§ pembagian kerja dan beban kerja
§ sumber-sumber pendapatan
§ komitmen untuk ikut serta dan ikut andil
§ akses pada/kontrol terhadap sumberdaya fisik (tanah, uang, pinjaman, tenaga kerja, dan sebagainya)
§ askes pada sumberdaya lainnya (pendidikan, informasi, bantuan konsultasi)
§ mobilitas
§ bentuk-bentuk organisasi dan partisipasi dalam lembaga-lembaga dan badan-badan formal dan informal
Perbedaan-perbedaan ini menjadi dasar bagi perbedaan persepsi laki-laki dan perempuan mengenai kebutuhan dan prioritas jangka pendek dan jangka panjang.
Setiap tahapan analisis dan perencanaan mesti dilaksanakan sendiri-sendiri dimana laki-laki dan perempuan terpisah, dan dalam beberapa kasus dengan berbagai kelompok usia, dengan tujuan untuk mengetahui cara-cara bagaimana suatu masalah dipahami. Ketika kita bekerja dengan kelompok-kelompok yang terpisah, perlu juga menyampaikan hasil-hasil dari setiap kelompok kepada kelompok lain dan mendiskusikan berbagai pandangan dengan tujuan untuk mencapai konsensus mengenai konsepsi-konsepsi dan priorotas-prioritas.
Alat-alat penilaian dan perencanaan partisipatif tidak boleh dilihat sebagai kerangka kerja yang kaku, tetapi sebagai panduan dan bantuan yang mengarahkan. Perencanaan yang bagus adalah bagian dari proses yang dapat menyesuaikan diri, mungkin memerlukan waktu yang sedikit lebih lama, tetapi dipastikan adanya partisipiasi yang benar-benar aktif dan fleksibel dalam merespon informasi baru, pemahaman dan pembelajaran yang terus-menerus.
6. Perencanaan
Dalam penilaian dan rancangan program, kita tidak bisa meminta satu orang anggota team untuk menangani “aspek perempuan” secara terpisah. Hal ini mengakibatkan komponen-komponen perempuan yang tidak sustainable masuk kedalam bantuan yang lebih besar.
“Orientasi kelompok sasaran”, dan “gender” harus dimasukkan dalam acuan-acuan yang mesti dilaksanakan oleh perencana, terapadu dan mengikat secara sistematis. Analisis kelompok sasaran (gender) tidak bisa disusun tanpa melibatkan mereka yang bertanggung jawab dalam aspek-aspek yang lebih teknis dari strategi proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan untuk menguraikan dan menjelaskan maksud dan tujuan mesti khas gender.
Dari awal, penasehat-penasehat harus memastikan bahwa staf dan mitra-mitra setempat memahami mengapa pengujian aspek-aspek khas gender, indikator-indikator dan dampak-dampak itu penting.
Ketika sebuah tujuan sudah ditetapkan, mesti ada indikator untuk mengukur kemajuan, keberhasilan atau kegagalannya.
Membedakan tujuan-tujuan dan indikator-indikator berdasarkan gender adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa ada kaidah yang mengikat untuk mencatat dampak-dampak proyek yang khas gender, sehingga memudahkan jalannya proyek.
Tujuan-tujuan serta indikator-indikatornya dibuat untuk mengukur hasil-hasil, sasaran proyek dan semua tujuan, serta setiap kegiatan proyek. Tujuan dan indikator tersebut mesti:
Tepat, dalam hal:
§ kelompok-kelompok sasaran (siapa?)
§ lokasi
§ kualitas (apa? seberapa bagus?)
§ jangka waktu
§ kuantitas
Realistis : situasi yang dikehendaki mungkin dicapai
Biasa diuji dengan sumberdaya yang tersedia, dan dengan usaha sekecil mungkin
Expresif: mengkhususkan tujuan-tujuan pokok pada berbagai tahap perencanaan yang satu sama lain berdiri sendiri. Indikator-indikator pada satu tahap perencaan bisa membatasi diri pada tujuan-tujuan pada tahap itu saja.
Indikator kualitatif sama pentingnya dengan indikator kuantitatif: bukan hanya berapa banyak jumlah anggota perempuan yang terdaftar dalam panitia pengelola air, tetapi jabatan apa yang mereka tempati dan apakah mereka mempunyai kewewenangan membuat keputusan yang sama sebagaimana laki-laki.
Pertanyaan Kunci
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan kunci di bawah ini kita bisa menetukan sejauh mana kita berhasil menggunakan pendekatan gender dalam strategi proyek
§ Apakah laki-laki dan perempuan memperoleh manfaat yang sama besarnya?
§ Apakah perempuan dan laki-laki secara aktif terlibat dalam perencanaan proyek, atau pembuatan keputusan? Apa peran mereka masing-masing?
§ Apakah indikator-indikator dirumuskan sudah sesuai dengan pedoman-pedoman khas gender, sehingga berbagai dampak proyek bagi laki-laki dan perempuan bisa ditentukan?
§ Apakah hasil-hasil dan kegiatan-kegiatan sudah dirumuskan menurut pedoman-pedoman khas gender?
§ Apakah kegiatan-kegiatan sudah direncanakan sedemikian rupa misalnya menghilangkan hambatan partisipasi perempuan?
§ Apakah perempuan dan laki-laki sudah merasa puas di mana masalah isu keamanan dan perlindungan ditangani secara memadai?
§ Apakah proyek memberi sumbangan nyata bagi perbaikan kondisi ekonomi dan sosial perempuan?
§ Apakah sudah diambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa jumlah staf proyek perempuan yang memadai telah ikut serta dan memperoleh manfaat?
§ Ketika anggota kelompok sasaran perempuan tidak bisa ditangani secara langsung oleh staf laki-laki, apakah ada rencana untuk mempekerjakan ahli-ahli perempuan?
§ Jika staf yang ada tidak cukup terlatih untuk memberi saran dan membantu kelompok sasaran perempuan, apakah sudah ada rencana untuk mengadakan pelatihan untuk mengatasi hal ini?
7. Masalah-Masalah Khusus
1. Kelompok pengguna: biasanya fasilitas air akan digunakan terutama oleh perempuan. Tanggung jawab rumah tangga dan mengurus anak akan menyebabkan mereka sulit berjalan ke tempat-tempat yang jauh. Idealnya perempuan diajak berunding dan dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai tempat-tempat air dan fasilitas sanitasi, dan dalam pembentukan panitia pemeliharaan sarana/fasilitas tersebut.
2. Masalah keamanan dan privasi: pelecehan seksual seringkali terjadi dan bahkan meningkat di perbatasan tempat penampungan; karenanya lokasi sumber air, sarana kebersihan dan fasilitas mencuci mesti bisa menjamin bahwa resiko bagi perempuan yang menggunakan sarana tersebut tidak meningkat. Jika penggunaan fasilitas air terbatas waktunya, maka perlu diupayakan agar sarana tersebut hanya digunakan di siang hari kecuali atas permintaan perempuan sendiri.
3. Kebutuhan praktis perempuan: dalam rencana menyediakan fasilitas kebersihan upayakan untuk tidak melupakan kebutuhan-kebutuhan perempuan di saat datang bulan; kebutuhan ini perlu dibicarakan secara khusus dengan perempuan sendiri, dan permintaan mereka mesti diperhatikan. Rencana ini meliputi jaminan privasi, penyediaan kain tambahan, kertas, atau handuk.
4. Pemeliharaan fasilitas: ketika fasilitas-fasilitas dibangun secara darurat, maka pemeliharaan jangka panjangnya seringkali kurang dipikirkan. Rencana pemeliharaan mesti dibuat dengan melibatkan perempuan dalam musyawarah, terutama ketika sumberdaya donor akan berkurang setiap saat. Jika pengembalian biaya memang perlu dibicarakan, usahakan untuk memperoleh keterangan mengenai dampak dari berbagai pilihan harga bagi keluarga yang lebih miskin dan keluarga yang dikepalai oleh perempuan, dengan melibatkan mereka dalam membuat keputusan-keputusan.
8. Pelaksanaan
Isu-isu gender dalam pelaksanan program terutama adalah tentang siapa melakukan apa, dan bagaimana mereka melakukannya.
§ Apakah jumlah perempuan yang menjadi anggota tim bantuan sebanding dengan jumlah perempuan dalam masyarakat yang dibantu?
§ Apakah perempuan terlihat bekerja di sektor non-tradisional? Jika tidak, apakah ada rencana untuk melatih perempuan dalam jenis pekerjaan ini?
§ Upaya-upaya apa yang sedang dibuat untuk memaksimalkan pekerjaan dan pelatihan perempuan yang terkena dampak bencana, dan perempuan setempat tidak terkena dampak bencana secara langsung?
§ Apakah setiap orang tahu dan paham dengan efek-efek dari pola perilaku gender?
§ Apakah kapasitas perempuan diakui?
§ Apakah masalah keamanan dan perlindungan diperhatikan?
§ Apakah laki-laki dan perempuan (terdiri dari masyarakat yang dibantu dan staf) terus megikuti kemajuan yang dicapai dan mengetahui keputusan-keputusan yang diambil?
9. Pemantauan
Pemantauan berarti pengamatan dan dokumentasi yang sistematis terhadap pelaksanaan proyek berdasarkan rencana yang ditetapkan sebelumnya
Pemantauan & Evaluasi seringkali dilakukan sebagai satu tahap untuk mengarahkan rencana bantuan, agar bisa dipastikan adanya perbaikan dan pembelajaran terus-menerus. Partisipasi kelompok sasaran adalah penting.
Dalam melakukan tinjauan program, usahakan untuk selalu membedakan hasil dan dampak menurut jenis kelamin. (Hal ini tidak akan mungkin jika tidak digunakan istilah yang tepat dalam rencana program.) Ungkapan umum untuk hasil, seperti “persediaan pangan yang meningkat bagi petani dan keluarganya,” tidak akan banyak menjelaskan pada kita siapa yang memperoleh manfaat dari peningkatan tersebut, dan apakah peningkatan itu akan benar-benar memperbaiki keadaan dan kualitas hidup bagi semua anggota keluarga.
Pertanyaan-pertanyaan kunci untuk mencek orientasi gender selama tinjauan kemajuan proyek:
§ Apakah perencanaan dan pelaksanaan proyek didasarkan atas analisis situasi di mana laki-laki dan perempuan dengan latar belakang sosial dan usia yang berbeda bisa berbicara dan mengemukakan pandangan mereka sendiri?
§ Akomodasi apa yang dibuat untuk memastikan partisipasi perempuan?
§ Apakah pembedaan gender secara khusus dimasukkan dalam strategi proyek?
§ Sejauh mana dampak-dampak spesifik gender dari proyek itu dikaji dan dirancang menurut pedoman-pedoman yang telah ditetapkan (misalnya dalam analisis kerangka logis)?
§ Sejauh mana dampak-dampak spesifik gender (yang disengaja atau tidak) diamati selama pelaksanaan program/proyek, dan langkah-langkah apa, jika memang ada, yang sudah/akan diambil untuk memperbaiki atau mengimbangi dampak-dampak tersebut?
10. Evaluasi
Evaluasi berarti penilaian internal akan informasi yang dikumpulkan selama pemantauan, untuk menentukan apakah pelaksanaan proyek sesuai dengan rencana dan tujuan-tujuannya atau tidak.
Evaluasi yang berguna adalah berupa penilaian dan komentar mengenai kualitas dan sejauh mana perempuan dan laki-laki mempengaruhi rencana proyek. Kelompok-kelompok sasaran mestinya tidak menjadi sumber informasi, tetapi umpan balik mereka semestinya mempengaruhi arah dan pola bantuan.
Evaluasi mesti menjelaskan seberapa besar proses tersebut telah membantu masyarakat (laki-laki dan perempuan yang menerima bantuan) dalam menilai dan mengarahkan aktivitas mereka sendiri.
Dampak-dampak spesifik gender yang direncanakan dan yang tidak direncanakan mesti dicatat. Perhatikan pula bagaimana isu-isu gender dalam program bantuan bisa mempengaruhi
§ keadaan pangan
§ pekerjaan
§ pendapatan
§ beban kerja
§ kesehatan
§ akses pada dan kontrol terhadap sumberdaya
§ kemampuan organisasi
§ partisipiasi dalam pembuatan keputusan
§ jaminan-diri
§ mobilitas
§ status sosial
Dalam evaluasi, seperti tahap-tahap lainnya, tersedianya kesempatan bagi perempuan untuk bisa berbicara dengan sesama kaumnya adalah penting; karenanya diperlukan staf proyek perempuan dengan jumlah yang memadai. Sebagaimana musyawarah-musyawarah lainnya, evaluasi menuntut perencanaan tambahan yang disesuaikan dengan jadual perempuan.
11. Menilai Usulan Proyek
Penyaringan awal usulan proyek mesti sejalan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan, termasuk gender. Hanya jika hasilnya positif, maka bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu penilaian konsep proyek.
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dijawab dan dijelaskan dalam proposal meliputi
Maksud dan Tujuan
§ Apakah persamaan gender disebutkan?
§ Jika hasil-hasilnya menggunakan istilah-istilah seperti pemberdayaan’ atau keberlanjutan, bagaimana istilah tersebut didefinisikan?
Perencanaan
§ Keadaan atau situasi seperti apa yang ingin dicapai oleh usulan proyek? Siapa yang akan memperoleh manfaatnya?
§ Siapa yang dipengaruhi oleh situasi ini? Apakah hanya laki-laki? Perempuan dan laki-laki? Perempuan saja? Apakah pemuda juga terkena dampaknya?
§ Sub-sub kelompok homogen apa yang ada (dalam hubungannya dengan penghasilan, usia, akses pada sumber daya)?
§ Apakah laki-laki dan perempuan diminta menjawab bagaimana mereka melihat masalah, dan apakah muncul pendapat dari mereka ?
§ Potensi-potensi apa yang dimiliki oleh berbagai sub kelompok tersebut dalam bertindak?
§ Apakah kelompok sasaran digambarkan secara jelas dan dijelaskan secara rinci?
§ Apakah peran ganda perempuan diperhatikan?
§ Pola-pola apa yang dibuat untuk melibatkan mereka?
§ Apakah tujuan, hasil dan kegiatan utama direncanakan sejalan dengan kepentingan dan kebutuhan laki-laki dan perempuan?
§ Bukti-bukti apa yang ada untuk menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan akan berpartisipasi secara aktif?
§ Siapa yang akan membuat keputusan dalam hal akses pada proyek dan manfaat-manfaatnya?
§ Bagaimana proyek tersebut bisa membantu meningkatkan kemampuan laki-laki dan perempuan dalam bertindak/membuat keputusan mengenai masalah-masalah yang mempengaruhi mereka?
§ Bagaimana proyek itu bisa menambah pengetahuan tentang hak-hak dan meningkatkan kemampuan mereka dalam membicarakan hak-hak tersebut?
§ Bagaimana proyek itu bisa membantu meningkatkan kemampuan perempuan dan laki-laki dalam mendukung hasil-hasil proyek di luar bantuan?
§ Bagaimana kesempatan/hambatan yang ada diubah didimasukkan ke dalam rencana?
Evaluasi
§ Apakah indikator-indikator yang ditetapkan memperhatikan peran-peran sosial/gender?
§ Bagaimana dampak-dampak spesifik gender akan diukur?
Usakan untuk menentukan kemungkinan timbulnya dampak-dampak spesifik gender dalam usulan proyek. Kategori-kategori dibawah ini mungkin membantu:
(a) Proyek hanya menangani perempuan;
(b) Perempuan akan dilibatkan secara nyata dalam rencana proyek dan mereka bisa mendapatkan manfaatnya.
(c) Informasi mengenai perempuan tidak benar;
Terdapat resiko-resiko yang merugikan perempuan ketika kepentingan dan kebutuhan mereka tidak diperhatikan secara memadai dalam rencana proyek, dan perempuan mungkin tidak akan memperoleh manfaat;
(d) Perempuan tidak memperoleh manfaat secara memadai. Dampak-dampak negatif pada perempuan mungkin lebih besar daripada upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.Usulan proyek harus dihentikan (atau dibatalkan);
(e) Kelompok-kelompok sasaran dan dampak-dampak spesifik gender dalam lingkungan tidak bisa diukur secara langsung.[3]
Usulan proyek dalam kategori C bisa diperbaiki dengan menawarkan saran rencana proyek, membantu melakukan analisis situasi dan analisis kelompok sasaran yang dibedakan menurut gender. Selalu dibutuhkan waktu dan keahlian yang memadai untuk melakukan analisis ini dengan baik, dan fase pertama dari situasi darurat tidak mesti merupakan waktu yang paling tepat untuk mengadakan pelatihan semacam ini.
Informasi tentang lembaga-lembaga mitra yang diusulkan mesti menjawab,
§ Apakah lembaga tersebut bisa melaksanakan proyek sebagaimana yang digariskan?
§ Apakah lembaga tersebut bisa mengadopsi prosedur-prosedur yang spesifik-gender?
§ Bagaimana perilaku lembaga terhadap pendekatan gender?
§ Apakah akan muncul resistensi atau perlawanan pada upaya melibatkan perempuan secara aktif?
§ Apakah lembaga mempunyai keahlian yang diperlukan dalam bidang ini?
12. Masalah-Masalah yang Perlu Dipikirkan Lebih Lanjut
Bidang-bidang umum yang menimbulkan kesalah-pahaman sehingga mempengaruhi keberhasilan bantuan teknis meliputi:
Pembagian peran. Asumsi bahwa perempuan terutama bertanggung jawab dalam urusan rumah, dan laki-laki bertanggung jawab dalam mencari nafkah dan menghidupi keluarga. Di kebanyakan negara-negara berkembang perempuan mempunyai tanggung jawab utama dalam pemenuhan kebutuhan material keluarga, seringkali juga mereka memberi sumbangan yang lebih besar dibandingkan suami mereka. Ini terutama terjadi dalam kelas sosial miskin.
Kepala rumah tangga. Di banyak negara, lebih dari 30% rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Di tempat pengungsian, sering terjadi bahwa 80% dari penduduk yang mengungsi adalah perempuan dan anak-anak.
Kerja. Studi-studi tentang beban kerja menunjukkan bahwa perempuan miskin terutama bekerja lebih lama daripada laki-laki, dan jam-jam kerja mereka pun berupa pekerjaan fisik sehari-hari yang berat, seperti mengambil air, mengumpulkan kayu, menumbuk gabah atau mencuci pakaian. Di samping pekerja untuk memperoleh penghasilan, perempuan di seluruh dunia banyak melakukan pekerjaan rumah tangga yang menumpuk, merawat anak-anak, orang sakit, dan orang tua (lansia). Mobilitas mereka dan jumlah waktu luang yang mereka miliki jauh lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.
Akses pada bantuan. Akses pada, dan kontrol terhadap, sumber daya penting seperti tanah, modal, pelatihan, dan informasi, tidaklah sama. Akses yang terbatas – waktu, mobilitas, kemampuan baca tulis – yang dimiliki oleh perempuan dan keluarga miskin benar-benar menyebabkan mereka terpinggirkan dari program-program bantuan yang dimaksudkan untuk mengatasi kemiskinan, kecuali jika ada perhatian khusus. Dalam banyak kasus, inisiatif yang berasal dari laki-laki dan yang bias laki-laki telah memperlebar kesenjangan antara perempuan dan laki-laki.
13. Kesimpulan
Banyak faktor yang ikut melestarikan ketidaksetaraan gender. Diantara faktor-faktor ini ada yang sudah tertanam kuat dan tersembunyi, seperti kecenderungan antara laki-laki dan perempuan untuk berkomunikasi dan bertindak dengan cara tertentu, serta nilai-nilai relatif yang ditempatkan masyarakat pada perilaku ini. Arti penting khusus tempat kerja adalah corak dan mannerism (perilaku) yang kita tafsirkan sebagai indikasi ‘kompetensi’, perilaku sering kali lebih ditonjolkan oleh laki-laki daripada perempuan.
Baik dalam pekerjaan kita maupun di tempat bekerja kita, kita benar-benar perlu lebih mengetahui dan memahami masalah-masalah gender, dengan tujuan untuk memahami bagaimana ketimpangan sosial itu dilestarikan.
Mengenal dan tanggap dengan perbedaan gender adalah langkah penting untuk memperbaiki mutu bantuan dalam situasi darurat. Melakukan hal ini hanya menuntut latihan yang sadar dari pikiran sehat yang bersahaja.
Pustaka
Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit, Gender-aware approaches to relief and rehabilitation: Guidelines, 1996
GADU/Emergencies Unit (Oxfam), Working Guidelines for Gender and Emergencies, 1991
D. Clifton et al, “The Sphere Project: Humanitarian Charter and Minimum Standards In Disaster Response-A Gender Review”, 1999
M. Legum, “System of Gender Relations”, Makalah untuk Konferensi for UCT tentang System Thinking (tanpa tahun)
J. Osterhaus, W. Salzer, Gender Differentiation throughout the Project Cycle, Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit, 1995
A. Parker et al, Gender Relations Analysis, A Guide for Trainers, Save the Children, 1995
G. Templer, Gender and Emergencies, http//ourworld.compuserve. com/ homepages/guytempler
UNHCR, People Oriented Planning at Work: Using POP to Improve UNHCR Programming, 1994
B. Walker, “Disaster Relief: the Gender Perspective” Oxfam, 1993
B. Walker, “Gender & Emergencies” Oxfam, 1994
[1] G. Templer, Gender and Emergencies, http//ourworld.compuserve.com/homepages/guytempler, overview, hlm. 5/5.
[2] G. Templer, Gender and Emergencies, http//ourworld.compuserve.com/homepages/guytempler, health, hlm. 2/2.
[3] J. Osterhaus, W. Salzer, Gender Differentiation throughout the Project Cycle, Deutsche Geseellschaft fur Technische Zusammenarbeit, 1995
Judul asli:
A Little Gender Handbook For Emergencies or Just Plan Common Sense, Oxfam