Selasa, 24 Mei 2011

PELATIHAN PENGURANGAN RESIKO & CEPAT TANGGAP BENCANA

Departemen Kesaksian dan Pelayanan (DKP) GKI SW Jateng mengundang gereja-gereja di lingkungan GKI SW Jateng untuk mengirimkan utusan dalam acara PELATIHAN PENGURANGAN RESIKO & CEPAT TANGGAP BENCANA.
Jumlah peserta sengaja sangat dibatasi supaya pelatihan dapat berlangsung secara efektif. Untuk informasi dan pendaftaran dapat menghubungi Ibu Inge Susanti (08122965353) atau email lasayet26@gmail.com

Berikut ini Kerangka Acuan untuk acara tersebut
Term of Reference (TOR)
PELATIHAN PENGURANGAN RESIKO & CEPAT TANGGAP BENCANA (PRCTB)
Departemen Kesaksian & Pelayanan (DKP) GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah

Latar Belakang
Secara umum bencana dapat diartikan sebagai sesuatu (kejadian) yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan.
Masalahnya bahwa bencana ini tidak semuanya dapat diprediksi. Namun, tidak berarti bahwa kita tidak perlu mengantisipasinya. Antisipasi bencana ini penting, karena respon kita terhadap sebuah bencana akan sangat berpengaruh pada besar kecilnya resiko yang akan ditanggung.
Untuk dapat merespon dengan cepat dan tepat dibutuhkan pemahaman tentang kapasitas diri/lembaga dan situasi yang sedang dihadapinya. Pengalaman kebencanaan yang dialami oleh beberapa gereja dan atau masyarakat membuktikan bahwa ketidaksigapan dalam merespon bencana berpotensi memperburuk situasi.

Gereja sebagai bagian dari masyarakat dan sekaligus sebagai tempat berkumpulnya massa perlu diperlengkapi untuk dapat  menganalisa kapasitas diri serta siap siaga terhadap segala kemungkinan bencana.
Bencana yang dimaksud bisa saja becana alam, bencana sosial atau kerusuhan. Bahkan perlu dipersiapkan apabila di dalam gedung gereja yang penuh anggota jemaat terjadi kepanikan massal karena sesuatu hal yang berpotensi terjadi bencana, atau ketika terjadi bencana itu sendiri.


Tujuan Umum:
Di setiap klasis GKI sinode wilayah Jawa Tengah ada orang-orang yang berkapasitas dalam aksi pengurangan resiko bencana dan kemampuan untuk respon cepat tanggap ketika terjadi bencana.

Tujuan khusus:
1.            Peserta dapat memetakan kapasitas gereja atau lingkungannya dalam rangka pengurangan resiko bencana dan mempraktekkan teknik-teknik pengurangan resiko bencana.
2.            Peserta dapat menyusun perencanaan aksi kesiapsiagaan bila terjadi bencana.
3.            Peserta dapat mempraktekan aksi standard tanggap cepat bencana.

Pelaksanaan:
Hari, tanggal       : Selasa-Kamis, 28-30 Juni 2011.
Tempat                 : Wisma CD Bethesda-Klitren Lor, Yogyakarta.

Peserta dan Persyaratan menjadi Peserta:
             Tiga puluh (30) orang dari Jemaat Jemaat di GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah.
             Jemaat diharapkan mengutus 1 (satu) orang yang yang memiliki motivasi dan perhatian yang tinggi pada kegiatan tanggap bencana.
             Bersedia terlibat dalam kegiatan tanggap bencana.
             Memiliki kemampuan dalam membagikan apa yang telah didapat dari pelatihan.
             Tidak dipungut biaya (gratis), transportasi ditanggung Jemaat pengutus.
             Konfirmasi kehadiran paling lambat tanggal 18 Juni 2011, kontak
person: Inge Susanti, 08122965353.
             Membawa alat tulis.
              
JADWAL ACARA
Selasa, 28 Juni 2011
09.00-10.00           Daftar Ulang
10.00-10.30           Ibadah Pembuka & Perkenalan
10.30-12.30           Sesi I: Pengurangan Resiko Bencana
12.30-13.00           Makan Siang
13.00-15.00           Sesi II: Penilaian Kapasitas & Kerentanan (1)
15.00-16.00           Sesi III: Penilaian Kapasitas & Kerentanan (2)
19.00-19.30           Makan Malam
19.30-21.00           Sharing Pengalaman Bencana
21.00-21.15           Doa Malam

Rabu, 29 Juni 2011
07.00-08.00           Makan Pagi & Renungan Pagi
08.00-10.00           Sesi IV: Kesiapsiagaan Personal & Institusi
10.00-12.00           Sesi V: Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD)
12.00-12.30           Makan Siang
12.30-14.30           Sesi VI: Personal First Aid
14.30-16.30           Sesi VII: Standard Minimum Respon Bencana
16.30-19.00           Istirahat
19.00-20.00           Makan Malam
20.00-22.00           Sesi VIII: Simulasi 1
22.00-22.15           Doa Malam

Kamis, 30 Juni 2011
07.00-08.00           Makan Pagi & Renungan
08.00-09.00           Sesi IX: Evaluasi Simulasi 1
09.00-10.00           Sesi X: Persiapan Simulasi 2
10.00-12.00           Sesi XI: Simulasi 2
12.00-12.30           Makan Siang
12.30-13.00           Rencana Tindak Lanjut
13.00-13.30           Sosialisasi Buku Saku Satgas DKP
13.30-14.00           Ibadah Penutup

Rabu, 18 Mei 2011

Video Penghijauan Merapi


Untuk ketiga kalinya, umat Kristen dan Islam di Klaten bekerja sama menghijaukan lereng Merapi. Kali ini penghijauan diselenggarakan oleh Paguyuban Mitra Multikultur Indonesia (MMI) Klaten.  Bekerjasama dengan Penghijauan Area Lereng Merapi (PALM) Yogyakarta, PMMI menanam 36.000 pohon di lima desa lereng Gunung Merapi, hari ini, Minggu (27/3/2011).
Acara penanaman ribuan pohon tersebut dilakukan dalam upaya penghijaun kembali di lima desa yang terkena dampak erupsi Merapi 2010 lalu. Lima desa tersebut Desa Balerante, Desa Talun, Desa Sidorejo, Desa Kendalsari dan Desa Tlogowatu, Kecamatan Kemalang.
“Kami melakukan survei dulu sebelum melakukan penanaman pohon, dari semua pohon hampir 85 % pohon buah,” ujar Koordinator MMI Klaten, Jazuli A. Kasmani NCB.
Menurutnya, jenis pohon yang akan ditanam itu antara lain Pohon Kelengkeng, Trembesi, Sirsak, Apukat, Matoa, Jambu biji, Jabon dan Sengon. Sebelum pelaksanaan penanaman, imbuhnya, dilakukan penyerahan pohon secara simbolis kepada perangkat desa penerima bantuan pohon di GKJ Gondang Winangun, Dukuh Ngangkruk, Desa Karangdukuh, Jogonalan, Sabtu.
“Harapan kami ke depan, pohon yang kami tanam bisa bermanfaat bagi warga setempat. Dan penanaman pohon ini akan kami galakkan bersama kelompok masyarkat dengan tidak memandang suku, rasa dan agama,” ujar Jazuli.

Penampakan Yesus di Sirahan

12974139081001834846
Ini adalah rumah bu Endang, warga desa Sirahan, kecamatan Muntilan, Magelang. Tak pernah terbersit di benak ibu Endang bahwa akan mendapat berkubik-kubik pasir, yang langsung di antar langsung ke rumahnya. Rumahnya berjarak lebih dari 500 meter dari kali (sungai) Putih. Sepanjang sejarah kebencanaan, sungai itu tidak pernah mendapat aliran lahar dingin Merapi.
Akan tetapi dugaannya meleset. Lahar dingin yang biasanya melewati kali Krasak, kali ini justru menyasak (menerjang) kali Putih. Akibatnya, ratusan orang di sepanjang kali Putih terpaksa mengungsi. Melihat itu, bu Endang dengan sukarela membuka pintu rumahnya untuk menampung para pengungsi. Rumahnya cukup besar dan masih ada tanah yang luas untuk mendirikan tenda.
Tanggal 10 Januari Merapi memberikan kejutan lagi. Aliran lahar dingin tidak lagi menuruti aliran sungai tetapi menerabas langsung ke pemukiman penduduk pada malam hari. Unggul, anak laki-laki bu Endang, terpana menyaksikan aliran lahar dingin. "Fantastik!" ujar Unggul. Dia melihat gelombang banjir lahar dingin ini mirip dengan naga yang sedang berdiri. Dengan laju yang sangat cepat naga lahar dingin itu menerjang apa saja yang ada di depannya. Warga menjadi panik dan segera naik ke atap rumah.


Photobucket
Ini adalah jalan aspal yang tergerus aliran lahar dingin
Jalan aspal di tengah kampung yang biasanya menjadi jalan manusia mendadak berubah menjadi jalan air dan pasir. Warga dipisahkan oleh aliran lahar dingin yang sangat deras. Saat kejadian, uami bu Endang berada di seberang jalan, depan rumahnya. Dia segera naik ke atap masjid. Sementara itu bu Endang, Unggul dan warga lain naik ke atap rumah. Hujan turun sangat deras. Malam gelap gulita karena aliran listrik mati. Warga yang mengungsi di rumah bu Endang menjadi panik melihat gelora aliran pasir di  bawah mereka. Bu Endang menyaksikan sepeda motor dan mobilnya telah terseret banjir lahar.
Ada beberapa warga yang akan nekat menyeberangi banjir itu untuk menyelamatkan diri. Namun bu Endang mencegahnya. "Jangan! Kalau kita tetap di sini memang bisa saja mati. Tapi kalau nekat mencebur, kalian juga bisa mati terseret arus, Namun setidaknya kita masih aman di sini. Kita tetap saja di sini sambil menunggu bantuan datang," cegah bu Endang. Dalam hati, dia merasa heran dengan ketenangan dan kejernihan dalam berpikir. Padahal saat itu dia juga sedang mencemaskan keselamatan suaminya. Sementara itu, sang suami berusaha mengabarkan keberadaan dirinya. Dalam kegelapan malam, dia meyorotkan senter ke wajahnya supaya bisa dilihat oleh keluarganya yang ada di seberang. Usahanya membuahkan hasil. Bu Endang melihat posisi suaminya yang sedang nangkring di atas kubah mesjid. Hal ini membuatnya tenang.
Tengah malam, tim SAR akhirnya datang. Namun mereka tidak bisa mendekat karena rakit darurat tidak dapat merapat. Akhirnya mereka hanya bisa melemparkan tali. Tali itu dibentangkan antara rumah bu Endang dengan posisis tim SAR. Dengan berpegang pada seutas tali itu, bu Endang dan warga yang mengungsi di rumahnya merambat pelan-pelan ke seberang. Tubuh mereka terperosok di dalam kubangan lumpur pasir setinggi dada orang dewasa.  Sementara itu suami bu Endang dievakuasi juga dengan tali. Bedanya, dia tidak merambat tetapi meluncur seperti dalam permainan outbound yaitu flying fox.
****
Bu Endang dan suaminya sebenarnya memiliki kesempatan untuk menyelematkan harta bendanya. Sebelum terjadi banjir lahar, bank tempat suami bu Endang bekerja sudah menawarkan untuk mengontrakkan rumah di tempat lain. Akan tetapi mereka menolak.
"Kami bisa saja mengunci pintu dan jendela rumah kami sehingga ketika banjir lahar itu datang, perabotan kami tidak rusak," kata bu Endang. Namun nurani mereka tidak tega melakukan itu. "Saya tidak tega meninggalkan tetangga-tetangga saya," kata bu Endang.
Maka bu Endang membuka rumah untuk menampung pengungsi. Sepedamotor dan mobil dikeluarkan dari garasi supaya bisa menampung lebih dari 200 orang. Dia juga membuka dapur umum untuk memberi makan warga yang mengungsi di rumahnya.
Ketika banjir lahar besar melanda, bu Endang tidak sempat mengunci rumah sehingga daun pintu dan jendela jebol. Mobilnya terhanyut. Sepedamotornya terbenam dalam pasir. Karena sudah  tidak bisa dihuni maka bu Endang mencopot kusen, atap dan barang-barang lain yang bisa digunakan. "Jika nanti bisa membangun rumah lagi, kami tidak memulai dari nol karena sudah punya kusen dan lain-lain," ungkap bu Endang.
Peristiwa ini seolah menggenapi harapan yang disampaikan oleh [almarhum] pdt. Adi saat memimpin Bidston Ucapan Syukur di rumah Bu Endang : "Biarlah keluarga dan rumah yang segar ini dapat menjadi berkat bagi masyarakat sekitar"  Yang menarik, bu Endang ini belum lama menjadi pengikut Kristus, namun sudah mampu menampakkan wajah Yesus dalam kehidupannya.
Keputusan untuk tidak mengungsi dan membuka rumahnya bagi para pengungsi menyebabkan kerugian materi yang tidak sedikit. Meski begitu, bu Endang dan suaminya tidak menyesali keputusannya itu. Warga desa Sirahan, Muntilan ini telah menghayati dan mempraktikkan nasihat St. Paulus, "Janganlah hanya memikirkan diri sendiri. Pikirkan juga orang lain dan apa yang baik baginya."

Foto-foto selengkapnya ada di sini dan video ada di sini.

Photobucket
Delivery order ala Merapi: Pasir langsung diantar ke depan rumah
Photobucket
Terbenam separo

Photobucket
Terlupa?
Photobucket
Depan rumah ini adalah jalan aspal yang tergerus lahar dingin
Photobucket Photobucket PhotobucketPhotobucket Photobucket

Lebih Ingat Satenya

12945575611917743069Saat menanam pohon di punggung Merapi, saya bertemu dengan warga desa Pijenan yang pernah mengungsi di tempat pengungsian yang kami kelola.
"Bapak yang pernah mentraktir sate untuk pengungsi 'kan?" sapa ibu itu. Saya mengangguk sambil tersenyum geli.
Sebenarnya bukan saya yang mentraktir. Saya hanya menjalankan amanat dari penderma. Namun bukan itu yang membuat saya geli. Yang membuat saya geli adalah mereka justru lebih ingat "sate"-nya daripada lembaganya.
Itu sebabnya, sejak awal kami memang sengaja tidak menonjolkan identitas lembaga, membentangkan spanduk atau menancapkan bendera di lokasi bencana (Kalau belakangan ini kami mengenakan seragam rompi itu demi alasan "keamanan." Saat itu ada beberapa "relawan palsu" yang mengail di air keruh. Mobil juga kami tempeli stiker logo lembaga karena akhir-akhir ini muncul "portal swasta" di sepanjang jalan menuju lokasi bencana. Dengan tempelan stiker ini, maka mobil kami bisa lolos dari pungutan warga).
Bagi para penyintas bencana, yang paling diingat adalah perbuatannya, bukan nama lembaganya.
Dari Foto

SMS Massal untuk Gereja

Saya ingin berbagi informasi tentang SMS massal. Saat ini saya sedang mengembangkan sebuah sistem informasi massal menggunakan SMS untuk GKI Klaten. Dengan sebuah software gratisan, maka saya dapat mengirimkan ratusan SMS dalam sekali klik, secara serentak. Saya mengembangkan isitem informasi ini untuk gereja dan tim tanggap bencana. Kegunaannya macam-macam, tapi terutama untuk penyampaian info darurat. Misalnya, jika ada salah seorang membutuhkan donor darah, maka saya dapat mengirimkan SMS pemberitahuan ke ratusan orang. Juga bermanfaat untuk mengirimkan undangan acara atau pemberitahuan layatan.
Bagaimana dengan pulsanya? Saya menggunakan nomor 3. Dengan membayar Rp. 550,-/hari, saya bisa mengirimkan SMS dengan jumlah tak terbatas ke semua operator dari pukul 08.00-18.00. Alternatifnya adalah menggunakan AXIS yang gratis 10.000 SMS.
Jika Anda terlibat dalam organisasi dengan jumlah anggota yang banyak, silakan gunakan sistem ini. Alat-alat apa saja yang dibutuhkan?
1. Komputer dengan slot USB
2. HP Siemens C55 atau Nokia seken (Saya merekomendasikan Siemens C55 karena murah dan handal)
3. Kabel data+driver
4. Nomor perdana+pulsa (3, AXIS atau XL)
5. Software SMS massal yang bisa diunduh gratis di sini
Cara pemasangan:
1. Unduh Gili Software dan install di komputer
2. Pasang nomor perdana ke HP dan colokkan ke komputer menggunakan kabel data.
3. Instal driver yang diminta
4. Jalankan program Gili
5. Masukkan nomor kontak
6. SMS massal siap beroperasi
Catatan:
  1. Harap tidak sembarangan memasukkan nomor HP seseorang. Minta persetujuan lebih dulu apakah dia bersedia menerima kiriman SMS Anda.
  2. Software ini berpotensi disalahgunakan untuk penipuan. Jangan sampai Anda tergoda untuk melakukannya.
  3.  Teman saya menggunakan Sony Ericsson W880i dan BERHASIL.
  4. 4.Kekurangan sistem ini, tidak dapat mengakomodasi jemaat yang belum punya HP. Sebaiknya sistem ini tidak buru-buru meninggalkan sistem informasi yang lama. Posisikan dulu sebagai pelengkap. Namun dengan semakin murahnya harga HP, sepertinya di setiap keluarga minimal sduah ada satu HP.

FAQ
1. Apa bedanya SMS Massal dengan SMS Broadcast yg dilakukan perusahaan2 dgn sandi nama perusahaannya?
Program ini sebenarnya tidak ubahnya dengan pengiriman manual menggunakan HP biasa. Bedanya, jika kita mengirimkan SMS kepada 100 nomor, maka kita harus memencet ratusan kali untuk mengirimkannya. Dengan program ini, maka kita cukup memencet satu kali. Software ini tidak dapat untuk MASKING (menganti nomor pengirim dari numerik menjadi alfanumerik). Jadi yang tampil di penerima SMS tetap nomor HP yang digunakan. (Mengingat banyaknya penipuan yang menggunakan masking ini, beberapa provider mulai memperketat penggunaan nomor masking. Dengan masking, seseorang bisa mengirim pesan yang seolah-olah berasal dari INDOSAT, TELKOMSEL dan lain-lain untuk menipu).
2. Apa pemasangannya harus minta ijin ke operator?
Tidak perlu. Yang perlu dilakukan adalah mendaftarkan diri pada program promo SMS yang paling murah.

3. Apa bisa menerima pesan balik dari yg dikirimi?

Bisa. Karena masih tercantum nomor pengirim, maka jika di-reply, maka pesan akan terkirim ke nomor kita. Pesan yang masuk dapat dibaca dan disimpan di komputer sehingga inbox HP tidak menjadi penuh.
 
4. Kalau sudah tidak ada promosi berarti beban per sms-nya kena tarif normal?
Itu tergantung provider yang bersangkutan. Contohnya, pengiriman SMS pada 3 (Tri), jika dilakukan di atas pukul 18.00 s/d pukul 8 pagi, akan dikenakan tarif Rp. 50,-/SMS. Bisa saja promo ini berakhir, tapi melihat persaingan antar operator yang sudah mengarah ke kanibalisme, ada kecenderungan bahwa tarif SMS akan semakin murah, atau setidak-tidaknya tidak akan naik. Jika sebuah nomor menghentikan promos SMS murah, kita bisa berganti menggunakan operator selular lain yang tarifnya lebih kompetitif. Risikonya, kita harus memberitahu semua penerima SMS tentang perubahan nomor ini.
 
Beberapa aplikasi yang sudah saya gunakan di GKI Klaten:
  1. Mengundang jemaat pada acara-acara yang diadakan oleh gereja. Program ini bisa menggantikan undangan kertas.
  2. Sebagai reminder acara. Kadang jemaat lupa kalau diundang pada acara tertentu. Maka beberapa jam sebelumnya dikirimkan pengingat acara. Cara ini cukup berhasil untuk meningkatkan angka kehadiran jemaat.
  3. Memberikan penghiburan. Setiap hari, minimal ada satu ayat Firman Tuhan yang dikirimkan ke jemaat.
  4. Masih dalam rencana: mengirimkan alamat bacaan alkitab hari ini, yang diambil dari daftar bacaan Alkitab setahun.
  5. Pengiriman berita darurat. Jemaat bisa mengirimkan berita ke nomor layanan SMS, selanjutnya akan disebarkan ke seluruh jemaat. Misalnya: info jika ada jemaat yang sakit dan butuh dukungan doa, jika ada jemaat yang meninggal, jika ada jemaat yang butuh golongan darah.
  6. Bermanfaat sebagai Early Warning System (Sistem Peringatan Dini). Misalnya, terjadi kerusuhan di sebuah kota atau bencana alam, maka jemaat dapat mempersiapkan diri lebih baik. Namun info EWS ini perlu diverifikasi sebelum disebarkan. Contoh lain, level air di hulu sungai sudah mencapai titik kritis. Maka jemaat yang berada di hilir dapat diinformasikan segera.
  7. Ucapan selamat ulangtahun. Setiap hari dikirimkan nama-nama jemaat yang hari itu ulangtahun. Info ini dikirimkan ke semua jemaat, sehingga mereka bisa ikut mengucapkan selamat ultah. Dampaknya tercipta kehangatan di antara jemaat. Kekurangannya, jemaat yang berulangtahun akan ditodong ramai-ramai untuk makan-makan (ini guyon saja).

Ngebrik itu Nggak Ada Matinya

Ngebrik
Saat erupsi, Merapi menyemburkan lava pijar dan menimbulkan awan panas. Jatuh banyak korban di antara warga yang bermukim di lereng tertinggi Merapi. Para relawan bergegas menolong para penyintas. Lalu terjadilah situasi chaos. Penyebabnya karena ada gangguan komunikasi. Relawan kesulitan berkoordinasi melalui komunikasi radio karena ada orang yang melakukan interferensi gelombang radio. Para relawan sering menyebutnya ngejam.
Dalam komunikasi radio, ada satu kanal gelombang yang digunakan untuk mengirimkan dan menerima sinyal radio secara bergantian. Jika ada dua orang yang mengirimkan sinyal secara bersamaan, maka sinyal yang lebih kuat akan menutup sinyal yang lebih lemah. Atau jika dua sinyal itu sama kuat, maka justru kedua sinyal tidak akan terdengar oleh orang lain. Hal inilah yang dilakukan oleh orang yang ngejam. Dia akan terus-menerus memencet tombol PTT (Push To Talk) sehingga orang lain tidak punya kesempatan untuk berbicara.
Dalam keadaan yang genting, ketika nyawa manusia menjadi taruhannya, justru ada orang dengan sengaja mengganggu komunikasi para relawan. Selain ngejam, ada juga orang yang mengganggu dengan melontarkan komentar-komentar yang tidak pantas. Misalnya, ketika para relawan sedang sibuk mengevakuasi para korban luka-luka, dengan tega ada orang berkomentar: "Wis ben modar sisan" (biar mampus).
Para pemakai radio yang pemula jika mendapat gangguan ini biasanya hanya bisa pindah kanal frekuensi. Mereka tidak bisa menegur pelakunya karena tidak tahu siapa yang melakukannya. Apalagi jika pelakunya menggunakan pesawat Handy Talkie (HT) yang bisa digunakan untuk berpindah-pindah lokas. Namun bagi penggila radio komunikasi, mereka dapat melacak keberadaan 'teroris' di udara ini. Hal ini diungkapkan oleh pa Argo, seorang breaker senior di kota Klaten. Bagi yang telinga breaker yang terlatih, mereka bisa cepat mengenali siapa yang sedang berbicara meskipun orang tersebut belum memperkenalkan diri. Mereka mengenali dari modulasi atau karakter suara. Bagi telinga awam, orang yang sedang berbicara di HT atau rig itu terdengar sama. Tapi bagi yang sudah kampiun, mereka bisa mengenali siapa yang sedang berbicara dan bahkan tahu menggunakan pesawat milik siapa. Misalnya saya biasa berkomunikasi menggunakan rig merek "K." Saat saya meminjam rig punya orang lain, lawan bicara ini langsung bisa menebak, "Mas Wawan menggunakan perangkat milik pak B, ya?"
Para pandemen radio gelombang pendek ini juga bisa memburu lokasi pemancar tertentu. Mereka menyebutnya "Fox Hunting." Di antara komunitas mereka ada kompetisi untuk perburuan ini. Caranya ada salah satu anggota menjadi "buruan" yang bersembunyi. Setelah itu dengan membawa antene pengarah, anggota komunitas yang lain melacak buruan. Karena jammer sudah dianggap keterlaluan maka para relawan Merapi memutuskan untuk memburu pelakunya. Berbekal antene pengarah, diam-diam mulai melacak pelakunya. Ketika lokasinya sudah dekat, tiba-tiba jammer ini mematikan perangkatnya. "Waktu itu pukul 2 pagi. Sinyalnya sudah sangat kuat, tiba-tiba orangnya mematikan pesawatnya," tutur pak Argo.
Tanpa ada sinyal, maka mustahil melacak dan menangkap pelaku. Maka para relawan itu menyanggong di lokasi terakhir. Mereka nongkrong di angkringan terdekat sambil terus menghidupkan alat pelacak. Tiba-tiba pukul 4 pagi, orang ini menghidupkan kembali perangkatnya. Maka relawan pelacak segera melompat dari tempat duduknya dan memburu pelakunya. Hasil pelacakan membawa mereka pada sebuah rumah. Untuk memastikan, mereka mematikan saklar meteran listrik. Tanpa aliran listrik, perangkat pelaku tidak bisa memancarkan sinyal. Relawan kemudian menghidupkan radionya. Ternyata sinyal pengganggu hilang. "Pasti orang ini pelakunya," simpul mereka. Maka mereka langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan menangkap pelakunya.
Uniknya, pelakunya adalah seorang anak kecil, namun dia melakukannya atas suruhan bapaknya. Bapaknya ini yang selalu mendampingi sang anak dalam ngejam. "Hebatnya, anak ini punya mental yang kuat. Saat dia ngejam, ada banyak relawan yang memaki-maki anak ini melalui udara, tapi anak ini tidak terpengaruh sama sekali," tutur pemilik toko elektronik Elita.
****
Pada tahun 1980-an, komunikasi via radio ini mengalami masa keemasan. Anak-anak muda saat itu merasa bangga jika bisa menggenggam pesawat CB (Citizen Band).  Mereka cuap-cuap di udara bersama-sama. Jika ingin mengobrol lebih intensif, maka biasanya seseorang mengajak orang lain untuk "mojok." Maksudnya beralih ke frekuensi lain dan mengobrol hanya berdua di sana. Farid Hardja merekam fenomena ini dengan menciptakan lagu "Bercinta di Udara."

Lagu "Bercinta di Udara" dibawakan oleh Warkop
Seiring kemajuan teknologi komunikasi, maka karisma ngebrik ini mulai meredup. Banyak orang beralih ke HP yang jangkauannya lebih luas, lebih privat, lebih praktis dan harganya pun semakin murah. Meski begitu, perangkat komunikasi radio ini tidak lantas menjadi mati. Ternyata masih ada komunitas dan kelompok masyarakat tertentu yang masih memanfaatkan kelebihan perangkat ini. Yang paling banyak adalah komunitas relawan tanggap bencana. Ada keunggulan komunikasi radio yang belum tergantikan. Keunggulannya adalah:
1. Tidak membutuhkan pulsa. Sepanjang setrum baterai masih ada atau masih ada sambungal listrik, maka komunikasi via radio tidak dibatasi waktu.
2. Bersifat serentak. Jika HP hanya menghubungkan 2 perangkat (atau 3 jika conference call), maka komunikasi radio bisa menghubungkan banyak perangkat dalam waktu bersamaan. Dengan sekali pencet PTT, maka kita bisa mengirimkan pesan ke semua pemegang perangkat radio yang memonitor.
3. Tidak tergantung pada BTS dan traffic seluler. Saat gempa mengguncang Jogja dan Jateng tahun 2006, ada banyak menara BTS yang roboh sehingga relawan kesulitan berkomunikasi via HP. Atau jika menara BTS masih berdiri, lalu lintas komunikasi seluler ini melonjak tinggi sehingga pengguna sulit untuk menghubungi atau dihubungi. Kiriman SMS juga terlambat. Hambatan ini bisa dihindari dengan radio komunikasi.
Di samping kelebihan, komunikasi via radio juga memiliki sejumlah keterbatasan:
1. Rentan terhadap gangguan. Seperti uraian di atas, komunikasi radio mudah sekali diganggu baik itu secara sengaja atau tidak sengaja (tertimpa luberan sinyal atau sering disebut kena spleteran).
2. Mudah dikuping. Untuk pembicaraan yang bersifat rahasia maka komunikasi radio ini bisa didengarkan oleh orang lain.
3. Agak ribet. Pengguna harus belajar mengenali fasilitas yang terdapat pada perangkatnya supaya bisa digunakan maksimal. Jika ingin memperluas jangkauan, pengguna bisa menambah antene luar. Akan tetapi supaya hasilnya bagus, ada rumus-rumus tertentu yang harus dihitung. Misalnya berapa panjang kabel dan tinggi
antena.
Kecapekan
Secara pribadi saya mengenal komunikasi radio ini saat menjadi relawan gempa 2006. Setelah itu berhenti agak lama. Saat menjadi relawan pada erupsi Merapi 2010, saya kembali menenteng HT. Setelah masa tanggap darurat selesai, eks relawan ini tetap berkomunikasi dengan radio setiap malam. Beberapa orang kemudian bergabung ke dalam komunitas di udara. Mereka adalah orang-orang yang pernah menjadi relawan gempa dan masih menyimpan perangkat radio. Tak terasa sudah ada sekitar 20 orang yang bergabung dalam frekuensi 147.360 MHz. Kami menamakan jalur ini dengan jalur 'Kemanusiaan, Perdamaian, Cinta Kasih dan Budaya." Hampir semua anggotanya tinggal di kota Klaten.
Breaker
Karena komunitas ini masih baru, maka kami mengadakan Kopi Darat pertama supaya bisa saling mengenal. Selama ini kami hanya bertegur sapa di udara, namun ada yang belum lihat wajahnya. Komunitas ini merupakan gabungan dari breaker yang sudah sangat senior dan breaker pemula.
Komunitas lain yang cukup menarik ada di frekuensi 142.320 MHz yaitu komunitas "Kabar Baik." Setiap subuh mereka mengudara. Menjelang fajar itu mereka mengadakan saat teduh bersama-sama. Ada yang memulai dengan nyanyian, kemudian disambung dengan pembacaan Firman Tuhan, disusul menyanyikan pujian dan diakhiri dengan berdoa syafaat. Jangan bayangkan persekutuan ini berlangsung di satu tempat. Ibadah di udara ini diikuti oleh orang-orang di Solo Raya (Solo, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Womogiri, dll). Masing-masing anggota mengudara dari kota masing-masing. Uniknya, ibadah ini mengalir dengan lancar. Tidak ada yang rebutan ngomong.  Misalnya, saat anggota dari Solo akan menyampaikan Firman, dia meminta anggota yang di Sukoharjo untuk membacakan ayat Alkitab. Orang yang disuruh ini sigap melaksanakan. Usai penyampaian Firman, secara bergiliran para anggotanya menyanyikan pujian. Ada yang lucu-lucu di sini. Ada yang tidak hafal syairnya, ada pula yang nadanya tidak pas. Namun itu tidak menjadi soal. Saat berdoa syafaat, masing-masing anggota mengemukan beban doa masing-masing. Setelah itu, mereka saling mendoakan di udara. Sebuah persekutuan yang indah menjelang fajar!
***
Untuk membeli peralatan komunikasi radio memang tidak murah. Kalau untuk perangkat Handy Talkie (HT), kita harus merogoh kocek sebanyak Rp. 600 ribu s/d Rp. 1,2 juta tergantung merek. Pepatah Jawa mengatakan Jer Basuki Mawa Bea,  ada harga ada rupa. Semakin mahal harganya, kualitas perangkatnya semakin bagus. Meski begitu, akhir-akhir ini kami menemukan HT buatan Cina yang harganya relatif murah tetapi dengan kemampuan yang ngedab-edabi.
Kelemahan HT adalah jangkauannya yang terbatas. Biasanya hanya bisa menjangkau radius 10 km, tergantung lokasi. Untuk daya jangkau yang lebih luas, dibutuhkan pesawat rig. Daya jangkau pesawat bisa lebih dari 100 km tergantung topografi setempat. Sebagai contoh, pesawat rig saya yang ada di Klaten bisa mendengar dan berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di Jawa Timur (Madiun, Ponorogo dll).
Harga rig bervariasi antara Rp. 800 ribu s/d Rp. 2 juta. Kalau hanya punya rig, Anda belum bisa mengudara. Anda masih harus membeli power supply (sekitar Rp. 500 ribu), antenne (Rp. 150-Rp. 400 ribu), pipa dan ongkos tukang antena.
Karena biayanya yang lumayan menguras kantong, maka Anda sebaiknya berpikir masak-masak sebelum menggunakan perangkat ini. Kalau sekadar coba-coba, cobalah untuk menggunakan HT lebih dulu atau membeli rig bekas. Namun meskipun mahal, kami sudah merasakan manfaatnya. Kami bisa bertukar kabar dengan cepat. Kami bisa mendapatkan informasi dengan cepat. Misalnya kami bisa mengetahui kondisi Merapi terkini atau memantau lalu lintas di Klaten dengan mendengarkan frekuensi Polisi Lalu Lintas.
Berikut ini frekuensi pemantauan Merapi:
  • Pos Turgo Asri frek 149.200 MHz untuk pemantauan Kali Boyong dan Kali Code (Yogyakarta)
  • Pos Balerante frek 149.070 MHz untuk pemantauan Kali Woro dan Kali Gendol (Klaten)
  • Pos SKSB frek 149.440 MHz untuk pemantauan Kali Opak, Kali Gendol dan Kuning (Yogyakarta dan Klaten)
  • Pos Kompag freq 148 .280 MHz untuk pemantauan Kali Putih,  Kali Apu, Kali Pabelan dan Kali Blongkeng (Muntilan)

Haru Biru kebo Biru

1301409207312461592
Ada perasaan haru di kalangan relawan saat harus melepas kepergian "Kebo Biru."  Selama lebih dari empat bulan, Kebo Biru ini setia menggendong relawan menyusuri punggung Merapi, menuruni sungai berlahar dingin, menerobos pohon tumbang, dan berkubang lumpur untuk menemani para penyintas erupsi Merapi.
Yang kami panggil Kebo Biru adalah mobil Daihatsu Taft Hi-line berwarna biri milik Krisapndaru, pendeta dari GKJ Pedan. Debutnya dimulai pada hari Rabu, 27 Oktober, dengan menggendong relawan dan logistik membawa bantuan logistik ke titik-titik pengungsian yang dikelola oleh pemerintah, yaitu di Keputran, Dompol dan Bawukan di kabupaten Klaten.  Logistik dimasukkan dalam ruang bagasi di belakang dan ditaruh dalam keranjang besi yang terpasang di atas kap mobil. Setelah itu meluncur ke Boyolali mengarah pada dapur umum yang dikelola oleh Lembaga Bakti Kemanusiaan Umat Beragama (sebuah organisasi lintas iman di Boyolali).
Photobucket
Aksi di Merapi
Beberapa hari setelah erupsi besar, Kebo Biru dipacu radius 5 km dari puncak Merapi untuk melihat kondisi terakhir. Sesampai di hutan wisata Deles, kami disambut kera-kera kelaparan. Mereka adalah hewan liar yang luput dari sengatan awan panas, lava pijar dan hujan batu. Mereka bergerombol di seputaran Kali Woro. Karena tidak membawa buah-buahan, maka kami melemparkan biskuit kering yang biasa kami santap untuk mengganjal lapar. Dengan rakus mereka menyantap makanan pemberian kami. Tampaknya mereka kesulitan mendapatkan makanan karena daya dukung lingkungan belum pulih.
Saat meneruskan ke arah puncak, kami tertegun menyaksikan pemandangan di depan kami. Kami hanya menyaksikan tiga jenis warna yaitu hitam, putih dan abu-abu. Pohon-pohon bertumbangan, hangus terbakar. Seluruh permukaan diselimuti abu vulkanik berwarna putih keabu-abuan.
Jalan yang ada di depan kami hanya cukup untuk satu mobil. Merapi mengepulkan asap putih. Pemerintah belum mencabut status bahaya. Hujan gerimis turun. Kebo Biru bergerak perlahan menapaki aspal yang sudah rusak. Pengendara sepeda motor berboncengan ada di depan kami. Jalan di depan kami terhalang pohon besar yang tumbang. Saat akan menyingkirkan pohon, tiba-tiba petir menyambar di dekat pengendara sepeda motor itu. Suaranya memekakkan telinga. Pengendara sepeda motor terlihat panik, lalu berbalik arah. Kami melihat pohon itu terlalu besar sementara kami kita membawa peralatan pertukangan. Kami memutuskan untuk juga berbalik arah, tapi tidak ada ruang untuk memutar Kebo Biru. Jalan satu-satunya adalah dengan berjalan mundur hingga sampai di jalan besar.
Photobucket
Deles Paska Erupsi
Kebo Biru berfungsi sebagai "mobil komando." Dalam konvoi pembawa bantuan, mobil ini berada di depan. Ini bukan untuk gagah-gagahan atau apa, Kebo Biru ini berfungsi sebagai pengenal bagi para peminta sumbangan di sepanjang jalan menuju lokasi. Saat erupsi, ada banyak portal tiban yang dibuat oleh pengungsi. Setiap mobil yang lewat akan dihadang sebatang bambu yang melintang. Kalau tidak memberi sumbangan "sukarela" jangan harap bisa lolos (Sukarela di sini artinya besarnya uang yang akan disumbang menurut kerelaan pemilik mobil). Hanya mobil relawan yang bisa melenggang. Itu sebabnya kami menempelkan stiker "Derap Kemanusiaan dan Perdamaian" berwarna kuning sebagai penanda. Dengan begitu, iring-iringan mobil di belakangnya bebas dari pungutan swasta.
Saat kami mengadakan penghijauan, Kebo Biru memandu lebih dari 300 relawan mendaki punggung Merapi. Dengan menggunakan empat roda baru yang besar, Kebo Biru menapaki jalan desa Balerante yang menanjak tajam. Tiba-tiba, Kebo Biru kehilangan tenaga. Tanjakan yang biasanya dilalap dengan enteng, hari itu ditapaki dengan terengah-engah. Padahal ada puluhan mobil relawan yang antre di belakangnya. Kami segera melompat turun, mencari batu besar untuk mengganjal ban Kebo Biru. Dengan susah payah, akhirnya Kebo Biru dapat bertengger di desa terakhir, perbatasan dengan Taman Nasional Gunung Merapi.
"Saat sedang melakukan gawe besar, mengapa Kebo Biru malah ngambek?" tanya kami.
Setelah diperiksa, ternyata filter solar sudah kotor. Karena terlalu sibuk beroperasi di posko, maka pemiliknya lupa membersihkan filter.
Multifungsi
Selain menggendong relawan, Kebo Biru juga telah berjasa menjalankan tugas-tugas lainnya.  Selain memberi bantuan logistik, kami juga memberikan hiburan kepada para pengungsi di barak pengungsian Dompol dengan menghadirkan badut sulap.  Hiburan digelar di lapangan sesudah sholat Maghrib. Karena penerangan yang terbatas, maka kami menggunakan jasa lampu Kebo Biru yang disorotkan mengarah kerumunan. Selama pertunjukan berlangsung, mesin mobil dihidupkan supaya aki mobil tidak menjadi soak. Meski dengan cahaya yang remang-remang, namun pertunjukan sulap telah berhasil menerbitkan raut sumringah di wajah para pengungsi.
Saat Klaten diserbu pengungsi karena terjadi erupsi besar, Kebo Biru ini dengan rajin menggendong ribuan nasi bungkus untuk dibagikan ke berbagai barak pengungsian. Biasanya pada pagi hari, setelah mengantarkan anak majikannya ke sekolah, Kebo Biru ini sudah stand by di GKI Klaten sebagai pos utama. Dia sudah siap menerima tugas angkut-angkut. Kebo Biru baru pulang ke kandangnya setelah jam 9 malam.
Photobucket
Kebo Biru juga rela mengusung barang-barang yang disingkiri oleh mobil lain. Saat melakukan survei di Tegalmulyo, salah seorang relawan kami yang bernama Agus Permadi melihat pohon bambu yang dicabut dan dibuang oleh warga setempat. Sebagai seorang botanis, matanya jeli menangkap peluang. Di kota, pohon bambu jenis ini dijual dengan mahal. Maka Agus Permadi memborong semua bambu itu, kemudian meletakkannya dalam rak besi yang terpasang di atap Kebo Biru.
Karena dicerabut seakar-akarnya, maka masih banyak tanah yang terbawa di atas mobil, Saat mobil melaju turun, tanah itu tersambar angin. Sebagian masuk ke dalam mobil melalui jendela yang terbuka karena mobil tidak ber-AC. Sesampai di Klaten, rompi kami berlepotan tanah.
Photobucket
Kejadian serupa terjadi lagi. Kali ini Agus Permadi membeli arang kayu buatan warga desa Tegalmulyo yang terkenal bermutu tinggi. Arang yang diwadahi karung itu ditaruh di rak mobil. Dalam perjalanan pulang, turun hujan yang deras. Air hujan yang membasahi karung berubah berwarna hitam saat bersentuhan dengan arang. Akibatnya, tubuh Kebo Biru diselimuti warna hitam.
Ketika melakukan penghijauan di Deles, lagi-lagi Agus Permadi menaruh satu tandan pisang di rak pisang. Sepanjang perjalanan pulang, Kebo Biru melewati jalan yang rusak. Karena terguncang-guncang, maka buah pisang itu tanggal sesisir demi sesisir di sepanjang perjalanan. Saat sampai di Posko, tandan pisang itu sudah hampir gundul!
"Mukjizat-mukjizat"
Karena sudah berumur, Kebo Biru ini sering mengalami gangguan kesehatan. Suatu kali, dia mengalami kerusakan rem padahal akan digunakan untuk melayat. Tidak ada waktu lagi untuk memperbaiki. Maka dengan modal nekat, kami menghela Kebo Biru itu ke lereng Merapi dengan harapan masih bisa menggunakan perputaran mesin untuk mengerem laju kendaraan. Lagi pula, arah yang dituju adalah di tempat yang lebih tinggi.
"Kita harus beriman bahwa mobil ini akan mengantarkan kita sampai tujuan dengan selamat," kata pak Ndaru, sang sopir, dengan bercanda.
"Ini bukan beriman, melainkan mencobai Tuhan," tukasku.
"Tenang saja. Di dalam mobil ini ada dua pendeta. Pasti doanya manjur," sahut pak Ndaru sambil melirik istriku.
"Huh...enak aja," sergah istriku.
Perjalanan selama 15 menit terasa berlangsung berjam-jam karena diliputi rasa was-was. Berkat penyertaan Tuhan, kami bisa sampai di desa Pijenan (radius 15 km dari puncak Merapi). Sesampai di tempat, pak Ndaru menelepon montir bengkel untuk menyusul dan memperbaiki rem mobil. Kami melayat pada keluarga pendeta yang jemaatnya mengungsi di posko kami. Selama upacara pemakaman berlangsung, para montir memperbaiki rem Kebo Biru.
Kerusakan rem kambuh lagi saat kami akan mengadakan penghijauan di kawasan wisata Deles. Kondisi medannya sangat curam, dipenuhi tanjakan dan turunan tajam. Untuk sampai di lokasi ini, selain dibutuhkan mesin yang tangguh, juga harus punya rem yang pakem. Jika tidak, maka mobil bisa nyungsep ke semak-semak, menghantam tebing atau terjun ke jurang.
Malam sebelum pelaksanaan penghijauan, kami memutuskan untuk rapat koordinasi secara mendadak. Tadinya kami tidak merencanakan untuk mengadakan rapat lagi karena persiapan sudah matang, sehingga kami bisa mengasokan badan. Entah mengapa kami berubah pikiran. Malamnya, Kebo Biru dipanggil dari kandangnya yang berjarak sekitar 20 km dari posko induk. Dalam perjalanan, tiba-tiba remnya blong.
"Untung saja ketahuan saat masih di bawah. Seandainya di terjadi di punggung Merapi, entah apa jadinya," kataku sambil bergidik membayangkan akibatnya. Malam itu juga teman-teman nglembur memperbaiki rem. Setelah beres, kami mengadakan rapat koordinasi di warung lesehan Bendogantungan. Afia Mien, yang baru saja mendarat dari Jakarta, ditemani Erniwi Susanti, menggabung kami.
Paginya, Kebo Biru sudah fit kembali. Dengan gagah dia menggendong Afia, Erniwi. Dan relawan lainnya sampai di punggung Merapi. Jaraknya hanya 5 km dari puncak Merapi. Kegiatan penghijauan yang didukung oleh teman-teman dari Banser NU dan jemaat gereja itu berlangsung sukses.
Saat akan bersiap pulang, ternyata ada 12 relawan yang masih ada di lokasi.  Karena terlalu bersemangat, mereka merangsek masuk ke dasar jurang untuk menanam pohon. Akibatnya mereka kehabisan tenaga untuk naik ke tempat berkumpul. Maka melesatlah Kebo Biru untuk menjemput relawan yang kelelahan. Karena ruang di dalam mobil sudah penuh maka sebagian relawan naik ke atas kap mobil. Kedatangan mobil yang mengangkut relawan ini disoraki gembira.
Kejadian yang lebih mencegangkan terjadi saat pulang dari Balerante.  Kami merasakan getaran mobil yang lebih keras dari biasanya, terutama jika mobil dalam keadaan stasioner (tidak bergerak dengan gigi netral).
"Kayaknya ada yang tidak beres dengan mobil ini," kataku, yang tidak paham soal mesin mobil.
"Iya. Getarannya keras banget," timpal Agus Permadi.
"Nggak apa-apa," kata Ndaru yang menyopir, "saya sudah ngomong dengan mekanik langganan saya. Katanya ini nggak apa-apa."
Sepanjang perjalanan pulang itu kami berdebat soal getaran mobil.
"Kita istirahat makan siang dulu di Prambanan sambil memeriksa mobil," usulku.
Mereka setuju. Sembari menanti pesanan makanan dihidangkan, Bowo dan Ndaru memeriksa bagian bawah. Yang mereka temukan mencengangkan kami!
Sekrup yang mengikat kopel mesin ternyata tinggal 2 biji. Kopel adalah batang besi berputar yang menghubungkan mesin dengan gardan. Normalnya, ada 4 sekrup yang terpasang. Hari itu 2 sekrup telah copot. Tersisa 2 sekrup, dengan kondisi satu sekrup hampir lepas. Jadi kopel itu hanya diikat oleh satu sekrup!
*****
Setelah masa tanggap darurat selesai, maka selesai sudah tugas Kebo Biru. Sebagai koordinator Satgas Bencana saya mengucapkan terima kasih kepada pdt. Krisapndaru yang telah berbaik hati meminjamkan mobilnya. Saya juga berterima kasih juga kepada jemaat di GKJ Pedan yang merelakan pendetanya menjadi sopir kami.
Sekarang Kebo Biru itu telah berganti tuan karena majikan yang lama kesengsem dengan Banteng Merah.  Pada aksi penghijauan ketiga bersama Paguyuban Mitra Multikultur, Banteng Merah telah teruji ketangguhannya: mendaki punggung Merapi, turun ke Kaliworo, dan melandai ke dasar jurang bekas penambangan pasir di Balerante. Meski sudah berganti tunggangan, tapi kenangan kami atas sepak terjal Kebo Biru tak akan terhapus. Adios Kebo Biru!
Photobucket
Photobucket


Photobucket
*******************
Kabar terakhir terasa menyedihkan. Senin malam, sekitar pukul 22, saat dibawa pulang oleh tuannya yang baru, Kebo Biru ini mengalami kecelakaan. Dia menyeruduk tiang lampu lalu lintas di simpang tiga Gondangwinangun. Bemper dan radiator pecah. Akan tetapi pengendaranya tidak tergores sedikit pun.
Kebo Biru

GKI SW Jateng GKI KlatenBlog WawanNulis Yuk